1. Pengertian fonologi
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1997) dinyatakan bahwa
fonologi adalah bidang dalam linguistikyang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa
menurut fungsinya. Dengan demikian fonologi merupakan sistem bunyi dalam bahasa
Indonesia atau dapat juga dikatakan bahwa fonologi adalah ilmu tentang bunyi
bahasa.
Menurut Kridalaksana (2002) dalam
kamus linguistik. Fonologi adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki
bunyi – bunyi bahasa menurut fungsinya. Dengan demikian, fonologi merupakan
sistem bunyi dalam bahasa Indonesia atau dapat juga dikatakan bahwa fonologi
adalah ilmu tentang bunyi bahasa.
2. Macam-macam
alat ucap manusia
Alat-alat
ucap manusia yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi bahasa (fon) dibedakan menjadi
tiga bagian yakni:
a. Artikulator
Artikulator ialah alat-alat bicara manusia yang dapat
bergerak secara leluasa dan dapat menyentuh bagian-bagian alat ucap yang lain
(titik artikulasi) serta dapat membentuk bermacam-macam posisi. Alat bicara
semacam ini terletak di bagian bawah atau rahang bawah. Alat-alat ucap yang
termasuk artikulator antara lain:
a.) bibir bawah (labium);
b.) gigi bawah (dentum);
c.) ujung lidah (apeks);
d.) depan lidah (front of the
tongue);
e.) tengah lidah (lamino);
f.) belakang lidah (dorsum); dan
g.) akar lidah.
b. Titik Artikulasi
Titik
artikulasi ialah alat-alat bicara manusia yang menjadi pusat sentuhan dan
bersifat statis. Alat-alat ini terdapat di bagian atas atau rahang atas.
Alat-alat ucap yang termasuk pada bagian ini antara lain:
a) bibir atas (labium);
b) gigi atas (dentum);
c) lengkung kaki gigi atas (alveolum);
d) langut-langit keras (palatum);
e) langit-langit lunak (velum); dan
f) anak tekak (uvula).
c. Alat-alat Lain
Alat-alat
lain yang dimaksudkan ialah alat bicara selain artikulator dan titik artikulasi
yang dapat menunjang proses terjadinya bunyi bahasa. Yang termasuk alat-alat
lain antara lain:
a)
hidung
(nose);
b)
rongga
hidung (nasal cavity);
c)
rongga
mulut (oral cavvity);
d)
pangkal
kerongkongan (faring);
e)
katup
jakun (epiglotis);
f)
pita
suara;
g)
pangkal
tenggorokan (laring);
h)
batang
tenggorokan (trachea);
i)
paru-paru;
j)
sekat
rongga dada (diafragma);
k)
saraf
diafragma;
l)
selaput
rongga dada (pleural cavity); dan
m)
bronchus.
3. Proses terbentuknya bunyi bahasa
melalui alat ucap manusia
Seperti yang sudah disebutkan, bahwa
fonetik (artikulatoris) mengkaji cara membentuk bunyi-bunyi bahasa. Adapun
sumber kakuatan utama untuk membentuk bunyi bahasa yaitu udara yang keluar dari
paru-paru. Udara tersebut dihisap ke dalam paru-paru, kemudian dikeluarkan
ketika bernafas. Ketika udara keluar dari paru-paru melalui tenggorokan, ada
yang mendapat hambatan ada yang tidak mendapat hambatan.
Proses membentuk dan mengucapkan
bunyi berlangsung dalam suatu kontinuum. Menurut analisis bunyi
fungsional, arus bunyi yang kontinuum tersebut bisa dikategorisasikan
berdasarkan segmen tertentu. Walaupun denikian, ada pula bunyi yang tidak dapat
dikategorisasikan menjadi segmen-segmen tertentu yang disebut bunyi
suprasegmental. Oleh sebab itu, bunyi bahasa dapat dibagi menjadi :
1) Bunyi segmental dan
2) Bunyi suprasegmental.
Proses terbentuknya bunyi bahasa secara garis besarnya
terbagi atas 4 macam, yakni:
a.
Proses
keluarnya bunyi dari paru-paru,
b.
Proses
fonasi, yaitu lewatnya bunyi dalam tenggorokan,
c.
Proses
artikulasi yaitu proses terbentuknya bunyi oleh artikulator dan,
d.
Proses
oro-nasal, proses keluarnya bunyi melalui mulut atau hidung (ladefoged, 1973:
2-3).
v Terjadinya Bunyi:
1.Sumber energi utama terjadinya
bunyi bunyi bahasa adalah adanya udara dari paru-paru.
2.Udara dihirup ke dalam paru-paru kemudian
dihembuskan keluar bersama-sama waktu sedang bernapas.
3.Udara yang dihembuskan (atau
dihirup untuk sebagaian kecil bunyi bahasa) mendapat hambatan di berbagai
tempat alat-alat bicara dengan berbagai cara sehingga terjadi bunyi bahasa.
4.Tempat atau alat bicara yang
dilewati diantaranya batang tenggorok, pangkal tenggorok, kerongkongan,
rongga mulut, rongga hidung.
5.Pada waktu udara mengalir keluar
pita suara harus dalam keadaan terbuka.
6.Jika udara tidak mengalami
hambatan pada alat bicara, bunyi bahasa tidak akan terjadi.
7.Syarat terjadinya bunyi bahasa
secara garis besar.
4.
Macam-macam fonem dalam bahasa
Indonesia
Fonem
dapat diklasifikasi atau digolongkan atas:
1.Vokal
Bunyi
vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami halangan. Jenis
vokal ditentukan oleh tiga faktor yaitu tinggi rendahnya posisi lidah, bagian
lidah yang dinaikkan, dan bentuk bibir pada pembentukan vokal tersebut.
· Contoh
pemakaian vokal dalam bahasa Indonesia dapat dilihat pada contoh berikut :
1.
vokal /i/: ikan, indah, api, padi
2.
vokal /I/ : kering, piring, dering
3.
vokal /e/ : ekor, sate, tempe
4.
vokal /E/ : bebek, nenek,
5.
vokal /«/: emas, bandeng, tante
6.
vokal /a/: apa, papa, mama
7.
vokal /u/: unggas, ungu, pintu
8.
vokal /U/: sarung, burung, karung
9.
vokal /o/: obat, soto, toko
10. vokal /O/: ongkos, tokoh, balon
2. Diftong (vokal rangkap)
Diftong
merupakan vokal rangkap.
· Contoh :
a. /ai/ :
balai, pantai
b. /au/ :
kerbau, harimau
c. /oi/ : sekoi, amboi
3. Konsonan
Konsonan adalah bunyi ujaran yang
arus udaranya mengalami hambatan ketika keluar dari paru-paru. Dalam pengujaran
bunyi konsonan terdapat tiga faktor yang terlibat, yaitu keadaan pita suara,
penyentuhan alat ucap yang satu dengan yang lain, dan cara alat ucap itu
bersentuhan. Alat ucap yang bergerak untuk menghasilkan bunyi bahasa disebut
sebagai artikulator aktif. Misalnya bibir bawah, gigi bawah, dan lidah. Daerah
yang disentuh atau didekati disebut sebagai daerah artikulator. Misalnya bibir
atas, gigi atas, gusi atas, langit-langit keras, langit-langit lunak, dan anak
tekak.
Pemberian nama terhadap konsonan
didasarkan pada artikulator yang bekerja. Misalnya labio- (bibir bawah),
apiko- (ujung lidah), lamino-(daun lidah), dorso-(belakang
lidah), radiko- (akar lidah), diikuti dengan daerah artikulasinya: --labial
(bibir atas), -dental (gigi atas), -alveolar (gusi), -palatal (langit-langit
keras), -velar (langit-langit lunak), dan –uvular (anak tekak).
Cara artikulator menyentuh atau
mendekati daerah artikulasi dan bagaimana udara keluar dari mulut dinamakan
cara artikulasi. Berdasarkan cara artikulasinya, bunyi bahasa dibagi
menjadi beberapa macam. Bila udara dari paru-paru dihambat secara total,
maka bunyi yang dihasilkan dengan cara artikulasi semacam itu dinamakan bunyi
hambat. Bila arus udara melewati saluran bunyi yang sempit, maka
akan terdengar bunyi desis. Bunyi demikian disebut bunyi frikatif. Bila ujung
lidah bersentuhan dengan gusi dan udara keluar melalui samping lidah, maka
bunyi yang dihasilkan disebut bunyi lateral. Kalau ujung lidah menyentuh tempat
yang sama berulang-ulang, bunyi yang dihasilkan dinamakan bunyi getar (trill).
4. Gugus Konsonan (kluster)
Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu sebenarnya tidak mengenal
adanya gugus konsonan. Dengan adanya pengaruh dari bahasa Inggris ke dalam
bahasa Indonesia ditemukan cukup banyak gugus konsonan. Hal ini tentu
saja memperkaya khasanah fonem bahasa Indonesia. Gugus konsonan dalam bahasa
Indonesia adalah sebagai berikut :
a.
/pl/ :
/pleno/, /tapla?/
b.
/bl/
: /blanko/,
/gamblan/
c.
/kl/ :
/klini?/, /klasi?/
d.
/fl/
: /flamboyan/, /flu/
e.
/sl/ :
/slogan/
f
/pr/ : /pribadi/, /semprot/
g.
/br/ :
/brahmana/, /ambru?/
5.
Pola Suku kata dalam bahasa
Indonesia
Suku kata dalam Bahasa Indonesia
ditandai dengan vokal. Vokal tersebut dapat berdiri sendiri maupun berdampingan
dengan konsonan. Vokal yaitu a, i, u, e, o sedangkan konsonan selain vokal
sepeti k, l, m, n, j, dst.
Untuk menghitung jumlah suku kata, cara yang dapat dilakukan yaitu dengan melihat jumlah bunyi vokal yang ada dalam kata itu. Dengan demikian, jika ada kata yang berisi 3 buah bunyi vokal, maka dapat ditentukan bahwa kata itu terdiri atas 3 suku kata saja. Misalnya, kata "cepat" adalah kata yang terdiri atas dua suku yaitu "ce" dan "pat". Masing-masing suku berisi sebuah bunyi vokal, yaitu bunyi "e" dan "a".
Apabila penentuan suku, pada sebuah kata dapat dilakukan, maka untuk mengetahui pola persukuannya amat mudah. Pola persukuan diambil dengan merumuskan setiap suku yang ada dalam kata. Bunyi vokal (disingkat : V) dan bunyi konsonan (disingkat : K).
Untuk membuat pola suku kata, tahapan yang dapat dilakukan yaitu
Untuk menghitung jumlah suku kata, cara yang dapat dilakukan yaitu dengan melihat jumlah bunyi vokal yang ada dalam kata itu. Dengan demikian, jika ada kata yang berisi 3 buah bunyi vokal, maka dapat ditentukan bahwa kata itu terdiri atas 3 suku kata saja. Misalnya, kata "cepat" adalah kata yang terdiri atas dua suku yaitu "ce" dan "pat". Masing-masing suku berisi sebuah bunyi vokal, yaitu bunyi "e" dan "a".
Apabila penentuan suku, pada sebuah kata dapat dilakukan, maka untuk mengetahui pola persukuannya amat mudah. Pola persukuan diambil dengan merumuskan setiap suku yang ada dalam kata. Bunyi vokal (disingkat : V) dan bunyi konsonan (disingkat : K).
Untuk membuat pola suku kata, tahapan yang dapat dilakukan yaitu
- Langkah pertama yaitu
menentukan suku kata
- Berdasarkan suku kata,
selanjutnya kita membuat pola suku kata
·
Contoh
:
makan ---> ma -
kan (langkah pertama menentukan suku kata)
--->
KV - KVK (menuliskan pola, huruf m konsonan (K), huruf a vokal (V), huruf k
konsonan(K),huruf a vokal (V), huruf n konsonan (K).
praktik ---> prak - tik
--->
KKVK- KVK ( huruf p konsonan (K), huruf r konsonan (K), huruf a vokal (V),huruf
k konsonan (K), huruf i vokal (V), huruf k konsonan (K).
Ø Jenis - jenis pola suku kata antara
lain seperti di bawah ini :
- Suku kata berpola V, suku kata
ini dibangun oleh sebuah bunyi vokal saja sebagai puncak.
(Perhatikan suku kata terdepan saja)
Contoh :
i + bu
u + mum - Suku kata berpola VK, suku ini
dibangun oleh sebuah bunyi vokal sebagai puncak dan sebuah bunyi konsonan
sebagai kode.
Contoh :
an + jing
an + tar - Suku kata berpola KV , suku ini
dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebagai tumpu suku dan sebuah bunyi
vokal sebagai puncak.
Contoh :
Pu + nah
Pu + sing - Suku kata yang berpola KVK ,
suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan sebagai tumpu suku, sebuah
bunyi vokal, sebagai puncak sebuah bunyi konsonan sebagai koda suku.
Contoh :
Pan + tat
Sum + ber - Suku kata yang berpola KKV ,
suku ini dibangun oleh dua buah bunyi konsonan sebagai tumpu suku, dan
sebuah bunyi vokal sebagai puncak suku.
Contoh:
Dra + ma
Gra + tis - Suku kata yang berpola KKVK,
suku ini dibangun oleh dua buah bunyi konsonan yang bertindak sebagai
tumpu suku, sebuah bunyi vokal sebagai puncaknya dan sebuah bunyi konsonan
sebagai koda suku.
Contoh :
Prak + tik
Dras + tis - Suku kata yang berpola KV, suku
ini dibangun oleh sebuah bunyi semi konsonan sebagai tumpu suku, dan
sebuah bunyi vokal sebagai puncak.
Contoh :
Wa + jah Ya + kin - Suku kata yang berpola KVK,
yaitu sebuah suku yang di bangun oleh bunyi semi konsonan sebagai tumpu
suku, sebuah bunyi vokal sebagai puncak dan sebuah bunyi konsonan sebagai
koda suku. Hal ini dapat dilihat dalam contoh di bawah ini.
Contoh :
Wak + tu
Sa + wah - Suku kata yang berpola KKVKK,
yaitu suku kata yang dibangun oleh dua buah bunyi konsonan yang bertindak
sebagai tumpu suku, sebuah bunyi vokal sebagai sonarity dan dua buah bunyi
konsonan yang bertindak sebagai koda suku. Hal ini dapat dilihat pada
contoh berikut.
Contoh :
Trans + mi + gra + si
Trans + por + ta + si
Tidak ada komentar:
Posting Komentar